Senin, 08 April 2013

Nujood, Gadis Kecil yang ‘Tangguh’

 

“Aku hanya gadis desa yang lugu dan sederhana.. Aku menuruti semua perintah ayah dan kakak-kakak lelakiku. Dari dulu aku belajar mengatakan ya kepada apa saja. Hari ini, aku memutuskan berkata tidak.” –Nujood Ali


Dengan pasti ia melangkahkan kakinya menuju sebuah pengadilan, yang dipikirnya tempat yang tenang, bersih, rumah besar berlangsungnya kebaikan mengalahkan kejahatan, tempat dimana  bisa memperbaiki semua masalah di dunia. Hanya satu yang dia inginkan. Perceraian. Ya perceraian.

Meski ia tidak tahu betul apa arti dari perceraian tapi ia menginginkannya. Menginginkan perpisahannya dengan suami. Suami yang telah membuatnya berdarah. Bahkan sebelum mensturasi pertamanya. Setelah kurang lebih dua bulan menjadi istri seorang  yang bekerja sebagai pengantar barang yang membawakan paket kemana-mana dengan sepeda motornya.
Sebelas anak menghiasi rumah kecil di daerah Khardji, yang tidak jauh dari Hajja kota penting di barat laut Yaman, di sebelah utara Sana’a. Yang bisa dicapai selama empat jam perjalanan melalui jalan aspal, dan ditambah empat jam lagi melalui pasir dan puing-puing. Belum lagi Shoya, dan Aba-Sapaan ayah di Yaman-.

Disana, wanita tak boleh menentukan nasib mereka. Kepala keluarga atau anak laki-lakilah yang berhak berpendapat dan mengambil keputusan. Karena itu jugalah Omma-sapaan ibu di Yaman- menurut ketika Aba memutuskan menikah lagi dengan Dowla.
Dengan tradisi itu juga yang membuatnya tak mempunyai pilihan ketika Ali Mohhammad al-Ahdel, ayahnya menikahkannya dengan Faez Ali Thamer. Dengan dalih melindunginya dan diilhami kisah Nabi Muhammad yang menikahi Aisyah yang berusia sembilan tahun. Setelah menikahkan Mona, kakaknya di usia belia juga.

“Ayo Nujood! Memang benar kau hanya gadis kecil, tapi kau juga seorang wanita, dalam arti sebenarnya, meskipun kau masih sulit menerima itu” dalam hati ia berbicara. Menyemangati diri sendiri, mengumpulkan keberanian, dan melangkah lebih yakin. Setelah sekian lama mencari hakim, dan semakin bingung di tengah lautan manusia yang belum pernah ditemuinya sebelumnya.
Ia memasuki ruangan berlapis karpet cokelat, penuh orang. Suasananya begitu riuh, tetapi menenteramkan. Ia merasa aman. Kemudian ia tertidur dalam waktu yang lama, sampai orang yang ingin ditemuinya membangunkannya. Hakim.

Ia adalah Nujood. Nujood, gadis belia yang masih berusia hampir sepuluh tahun menurut perkiraan Omma. Gadis periang yang mencintai air dan lautan. Gadis penuh tanda tanya dan rasa optimis yang tinggi. Gadis yang menginspirasi dunia dengan keberaniannya.Gadis yang mendapat predikat “Woman of the Year” dari majalah perempuan  Glamour produksi Amerika Serikat pada akhir 2008.

Kondisi psikologisnya jelas  terganggu dengan pernikahan muda-nya ini. Halusinasi dan ketakutan berlebih sering ia tunjukkan di saat yang tidak tepat. Ia bahkan berjanji untuk tidak akan menikah lagi. Ia juga berjanji akan membela gadis-gadis lain dengan bercita-cita sebagai pengacara. Seperdi Shada, pengacara dan ibu kedua baginya.

Buku setebal 227 halaman ini mengisahkan sosok Nujood dengan sangat hidup. Kisah ini sendiri ditulisnya sendiri bersama Delphine Minoui, seorang jurnalis asal Prancis yang bekerja di Iran dan Timur Tengah sejak 1997. Delphine sendiri telah menulis buku Les Pintades a Teheran, dengan tema yang mirip yaitu kehidupan para perempuan di Iran yang kebebasannya terkungkung.
Bahasa yang dipakai dalam buku ini tegas dan lantang. Mengesankan sifat berani dan siap menanggung resiko. Kisah nyata ini juga mengundang perhatian dunia bukan semata dengan perceraiannya. Tapi lebih karena keberaniannya “bicara”. Bicara mengenai ketidakadilan dan diskriminasi perempuan. Bicara tentang benar dan salah.

Tulisan pertamanya ini ia dedikasikan untuk Arwa, Rym, dan semua gadis kecil Yaman yang memimpikan kebebasan. Karena jutaan gadis kecil juga mengalaminya. Diakhir buku, penulis mengajak berdiskusi mengenai catatan-catatan yang dinilai kontroversi. Membiarkan pembaca terbuai dengan kebebasan berpikir mengenai apa dan bagaimana kisah ini ditanggapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar